Sejarah
Pada awalnya desa Pananjung Pangandaran ini dibuka dan ditempati oleh para nelayan dari Suku Sunda. Penyebab pendatang lebih memilih daerah Pangandaran untuk menjadi tempat tinggal karena gelombang laut yang kecil yang membuat mudah untuk mencari ikan. Karena di Pantai Pangandaran inilah terdapat sebuah daratan yang menjorok ke laut yang sekarang menjadi cagar alam atau hutan lindung, tanjung inilah yang menghambat atau menghalangi gelombang besar untuk sampai ke pantai. Di sinilah para nelayan menjadikan tempat tersebut untuk menyimpan perahu yang dalam Bahasa Sunda nya disebut andar setelah beberapa lama banyak berdatangan ke tempat ini dan menetap sehingga menjadi sebuah perkampungan yang disebut Pangandaran. Pangandaran berasal dari dua buah kata “Pangan” dan “Daran” yang artinya pangan adalah “Makanan” dan daran adalah “Pendatang”. Jadi Pangandaran artinya “Sumber Makanan Para Pendatang”. Lalu para sesepuh terdahulu memberi nama desa Pananjung, karena menurut para sesepuh terdahulu di samping daerah itu terdapat tanjung di daerah ini pun banyak sekali terdapat keramat-keramat di beberapa tempat. Pananjung artinya dalam bahasa sunda pangnanjung-nanjungna (paling subur atau paling makmur).
Pada mulanya Pananjung merupakan salah satu pusat kerajaan, sejaman dengan kerajaan Galuh Pangauban yang berpusat di Putrapinggan sekitar abad XIV M. setelah munculnya kerajaan Pajajaran di Pakuan, Bogor. Nama rajanya adalah Prabu Anggalarang yang salah satu versi mengatakan bahwa dia masih keturunan Prabu Haur Kuning, raja pertama kerajaan Galuh Pagauban, namun sayangnya kerajaan Pananjung ini hancur diserang oleh para Bajo (Bajak Laut) karena pihak kerajaan tidak bersedia menjual hasil bumi kepada mereka, karena pada saat itu situasi rakyat sedang dalam keadaan paceklik (gagal panen).
Pada tahun 1922, penjajahan Belanda oleh Y. Everen (Presiden Priangan) Pananjung dijadikan taman baru, pada saat melepaskan seekor banteng jantan, tiga ekor sapi betina dan beberapa ekor rusa. Karena memiliki keanekaragaman satwa dan jenis – jenis tanaman langka, agar kelangsungan habitatnya dapat terjaga maka pada tahun 1934 Pananjung dijadikan suaka alam dan marga satwa dengan luas 530 Ha. Pada tahun 1961 setelah ditemukannya Bunga Raflesia padma status berubah menjadi cagar alam. Dengan meningkatnya hubungan masyarakat akan tempat rekreasi maka pada tahun 1978 sebagian kawasan tersebut seluas 37, 70 Ha dijadikan Taman Wisata. Pada tahun 1990 dikukuhkan pula kawasan perairan di sekitarnya sebagai cagar alam laut (470,0 Ha) sehingga luas kawasan pelestarian alam seluruhnya menjadi 1000,0 Ha. Perkembangan selanjutnya, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 104/KPTS-II/1993 pengusahaan wisata Taman Wisata Akam Pananjung, Pangandaran diserahkan dari Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam kepada Perum Perhutani dalam pengawasan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat, Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis, bagian Kemangkuan Hutan Pangandaran.
Lambang Daer
Lambang Daerah Kabupaten Pangandaran tersusun atas bagian-bagian dengan perincian serta mempunyai gambar dan makna sebagai berikut:
Perisai
Perisai dengan warna biru melambangkan kedamaian, ketenteraman, dan kesejahteraan yang merupakan keinginan atau tujuan utama masyarakat Kabupaten Pangandaran. Selain itu, warna biru juga melambangkan daerah perairan pesisir yang merupakan daerah pariwisata, dengan ukuran (skala 1 : 2), terdiri dari :
Tinggi 17 cm; Lebar bahu kiri 7 cm dari titik tengah; Lebar bahu kanan 7 cm dari titik tengah; Mengandung arti 17 Juli 2007 sebagai deklarasi pembentukan Kabupaten Pangandaran.
Tulisan KAB. PANGANDARAn
Simbol : identitas Kabupaten Pangandaran; Warna : putih; Ukuran huruf : jarak dari garis teratas ke tulisan 17 mm (skala 1:2); Tinggi 8 mm (skala 1 : 2); Lebar 45 mm (skala 1 : 2); Disatukan menjadi 17 Agustus 1945 yang merupakan tanggal berdirinya NKRI. Dalam kondisi dan situasi tertentu dapat ditulis KABUPATEN PANGANDARAN
Bintang
Bintang berwarna kuning melambangkan keyakinan yang tinggi masyarakat Kabupaten Pangandaran terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pohon Kelapa
Gambar pohon kelapa melambangkan sumber daya alam di Kabupaten Pangandaran, yaitu tanaman yang memiliki nilai ekonomi mulai dari buahnya, daunnya, pohonnya, dan sabutnya.
Gunung
Melambangkan sebagian wilayah Kabupaten Pangandaran terdiri dari pegunungan, dengan warna hijau melambangkan kesuburan tanah di wilayah Kabupaten Pangandaran, sehingga berbagai tanaman tropis tumbuh dengan baik di seluruh kawasan Kabupaten Pangandaran.
Pondasi
Pondasi Berjumlah 25 merupakan simbol dasar kekuatan cikal bakal berdirinya Kabupaten Pangandaran yakni tanggal 25 Oktober 2012.
Gelombang
Gelombang 12 berwarna putih, melambangkan sumber daya alam perairan Kabupaten Pangandaran berupa laut, sungai, kolam, tambak, dan rawa. Gelombang air sebanyak 12 berwarna putih menunjukan tahun pembentukan Kabupaten Pangandaran.
Benteng
Benteng berjumlah 10 melambangkan kekuatan pesatuan dan kesatuan yang merupakan kekuatan pertahanan masyarakat Kabupaten Pangandaran. Simbol benteng berjumlah 10 merupakan bulan awal berdirinya Kabupaten Pangandaran.
Bunga Rafflesia
Bunga Rafflesia berkelopak 5 berwarna merah melambangkan keabadian dan keadilan yang merata berdasarkan Pancasila sebagai cita – cita bersama.
Pita
Gambar pita berwarna kuning melambangkan persatuan dan kesatuan masyarakat Kabupaten Pangandaran.
Motto
JAYA KARSA MAKARYA PRAJA, Jaya adalah kemenangan atau keunggulan; Karsa adalah ide – ide atau daya cipta yang selalu unggul dan sukses dalam pembangunan; Makarya adalah mendirikan, membangun, mengerjakan hasil pekerjaannya indah dan megah; Praja adalah Negara atau negeri dan pemerintahan yang kuat, tegar, dan tangguh; Makna motto “Jaya Karsa Makarya Praja” adalah bahwa pembangunan Kabupaten Pangandaran lahir dari ide – ide dan aspirasi masyarakat Kabupaten Pangandaran.
Comments
Post a Comment